Peningkatan HGB Menjadi Hak Milik Topik ini tidak terlalu baru, tapi masih hangat. Sertipikat HGB untuk perumahan dalam rangka pembangunan perumahan massal atau kompleks perumahan dapat ditingkatkan menjadi Hak Milik, dengan syarat: * harga perolehannya tidak lebih dari Rp.30.000.000,- * luasnya tidak lebih dari 200 M2 di daerah perkotaan dan 400 M2 di luar daerah perkotaan, * telah didirikan bangunan rumah, * tidak digunakan sebagai tempat usaha. Peningkatan menjadi Hak Milik ini berlaku pula untuk HGB yang telah habis masa berlakunya, sepanjang memenuhi ketentuan di atas. Untuk HGB dan Hak Pakai yang luasnya kurang dari 600 M2, baik yang masih ada atau telah habis masa berlakunya, dapat diberikan Hak Milik dengan membayar uang pemasukan kepada Negara. Bagi sertipikat HGB dan Hak Pakai yang akan ditingkatkan tersebut masih dalam pembebanan Hak Tanggungan, maka permohonan peningkatan hak tersebut harus melalui persetujuan dari pihak Kreditor. |
|
|
| |
PPh dan BPHTB (Pajak Penghasilan dan Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) atas Peralihan Hak atas Tanah
PPh: Atas penghasilan yang diperoleh orang pribadi atau badan dari pengaliahan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh); Besarnya PPh tersebut adalah 5% dari nilai bruto pengalihan tersebut; Dikecualikan terkena PPh, apabila: * nilai bruto pengalihannya kurang dari Rp.60.000.000,- * pengalihan kepada Pemerintah, * merupakan hibah dengan syarat tertentu, * merupakan warisan. |
|
| |
BPHTB: BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak yaitu: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, inbrenk, peralihan karena pemisahan, lelang, pelaksanaan putusan hakim, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah, dan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Tidak kena pajak apabila: * nilainya kurang dari Rp.60.000.000,- * untuk waris dan hibah wasiat nilainya kurang dari Rp.300.000.000,- * karena wakaf, * karena konversi hak yang tidak mengakibatkan peralihan hak, * lain-lain yang ditetapkan dalam pasal 3 UU No.20/2000. Sehubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam kenyataannya, batasan minimal nilai perolehan hak yang terkena pajak BPHTB, sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Intinya adalah daerah berkeinginan untuk menjaring sebanyak-banyaknya pajak sebagai kontribusi pendapatan daerah. Misalnya, Pemda Kotamadya suatu daerah memungut BPHTB untuk nilai perolehan di atas Rp. 25.000.000,- |
|
|
|